Short Description
“Sesungguhnya Muhammad amat sayang terhadap orang–orang yang lemah, selalu gembira, mudah berinteraksi, dan lembut hati.”![Kasing Sayang Rasulullah Kepada Orang Tua](http://islamstory.com/images/upload/content/770123008Untitled-3.jpg)
“Sesungguhnya Muhammad amat sayang terhadap orang–orang yang lemah, selalu gembira, mudah berinteraksi, dan lembut hati.”
Diperkirakan jumlah lansia akan meningkat dari 600 juta menjadi 2 milyar di penghujung tahun 2050. Diperkirakan pula untuk pertama kalinya dalam sejarah, jumlah orang yang usianya lebih dari 60 tahun akan lebih banyak dari yang berusia kurang dari 15 tahun.
(Laporan dari International Society of Geriatrics, UN, April 2002. Dikutip dari htpwww.un.org).
Walaupun orang-orang tua sudah mendapatkan pengalaman, pelajaran, dan kebijaksanaan yang lebih, sudah bertambah pula kedudukan dan hartanya, tentu saja ia memiliki satu bentuk kelemahan. Kelemahan itu bisa tampak pada kesehatan dan tubuhnya dan bisa juga pada bentuk kelemahan yang lain. Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an
”... kemudian Kami jadikan setelah masa kuat itu masa lemah (kembali) dan beruban... (Al-Rûm 54).
Karena adanya kelemahan ini, Rasulullah memberikan perhatian terhadap orang-orang tua dan hal itu tampak jelas dalam perkataan dan perbuatannya.
Rasulullah bersabda
إِنَّ مِنْ إِجْلاَلِ اللهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ
Sesungguhnya di antara cara memuliakan Allah adalah dengan menghormati orang muslim yang sudah tua, dengan menghormati ahli Al-Qur'an tanpa berlebihan dan tanpa menghinanya, serta dengan menghormati penguasa yang adil.”[1]
Dalam kalimat yang lembut ini, Rasulullah ingin menegaskan kemuliaan orang tua di kalangan kaum muslimin sampai-sampai didahulukan dari ahli Al-Qur'an dan pemimpin adil yang kemuliaan mereka begitu besar.
Suatu hari ada seorang tua datang kepada Rasulullah. Orang-orang pada waktu itu tidak bersegera memberi jalan kepadanya. Dengan penuh kelembutan dan kasih sayang Rasulullah menyatakan
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا، وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا
Tidak termasuk bagian dari kami orang yang tidak mencintai anak kecil dan tidak menghormati orang tua.[2]
Beliau ingin menyatakan bahwa siapa yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orang tua, ia tidak termasuk bagian kaum muslimin; Ia tidak bersifat seperti sifat kami, tidak beramal seperti amalan kami, dan tidak berakhlak dengan akhlak kami. Saya kira tidak ada hukum dan undang-undang lain di dunia ini—selain Islam—yang memasukkan penghormatan kepada orang tua sebagai salah satu poin penting.
Nabi sendiri telah menggambarkan hal ini dalam kehidupannya.
Ketika Fathu Makkah, Abu Bakar datang dengan bapaknya, Abu Quhafah, yang pada saat itu telah berusia lanjut untuk masuk Islam di hadapan Rasulullah di Baitul Haram. Rasulullah bersabda kepada Abu Bakar
هَلاَّ تَرَكْتَ الشَّيْخَ فِي بَيْتِهِ حَتَّى أَكُوْنَ أَنَا آتِيْهِ فِيْهِ
Mengapa engkau tidak membiarkan orang tua ini di rumahnya biar saya yang mendatanginya.[3]
Inilah dia Sang Jenderal penakluk kota Mekah. Sementara Abu Quhafah adalah seorang tua yang terlambat masuk Islam sampai dua puluh tahun. Meskipun begitu, Rasulullah tetap menghormatinya dan memandang bahwa beliaulah yang seharusnya datang ke rumah orang tua ini.
Demikianlah orang tua dalam pandangan Rasulullah. Beliau bahkan menolak memanjangkan shalat berjamaah—seberapa pun besar kecintaan Rasulullah terhadap shalat jamaah ini—karena dapat menyusahkan orang tua dan orang-orang yang mempunyai keperluan. Ini menunjukan pandangan beliau yang menyeluruh dalam permasalahan kasih sayang. Hal ini juga menunjukkan keluasan wawasan dan pemahaman beliau terhadap hakikat Islam; bahwa Islam sesungguhnya datang untuk menebar kasih sayang dan bukan untuk menyiksa dan menyusahkan.
Semua ini bisa kita saksikan dari salah satu sikap beliau yang mulia, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Mas'ud. Dalam riwayat tersebut disebutkan bahwa seorang laki-laki mendatangi Rasulullah sambil berkata, Wahai Rasulullah saya selalu berlambat-lambat shalat Subuh karena si fulan yang suka memanjangkan shalatnya (ketika ia menjadi imam).” Saya tidak pernah melihat Rasulullah begitu keras dalam memberi peringatan lebih dari hari itu. Beliau bersabda
إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِيْنَ فَأَيُّكُمْ مَا صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيَتَجَوَّزْ فَإِنَّ فِيْهِمُ الضَّعِيْفَ وَالْكَبِيْرَ وَذَا الْحَاجَةِ
Sungguh di antara kalian ada yang menjadi penyebab orang-orang lari (dari shalat jama'ah). Siapa saja di antara kalian yang menjadi imam, hendaknya ia memendekkannya. Karena di antara para makmum ada yang lemah, ada yang tua dan ada yang memiliki keperluan.[4]
Betapa agungnya sikap ini!!!
Apabila kasih sayang beliau kepada orang tua yang telah berusia lanjut sedemikian besar, tentu terhadap kedua ibu bapaknya lebih besar lagi. Di beberapa negara—khususnya di kalangan orang-orang kota—banyak orang tua yang tidak mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan dari anak-anaknya saat usia mereka telah lanjut dan kesehatan mereka mulai melemah.
Rasulullah tidak memerintahkan demikian!!
Seorang laki-laki mendataangi Rasulullah saw lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku muliakan” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Kemudian siapa” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Kemudian siapa” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Kemudian siapa” Beliau menjawab, “Bapakmu.[5]
Orang yang paling pantas untuk dihormati bukanlah seorang kawan, penguasa, atau komisaris perusahaan. Yang paling pantas dimuliakan adalah ibu dan bapak. Nabi mendahulukan ibu tiga kali karena kelemahannya dan kebutuhannya terhadap perhatian di masa tuanya.
Inilah bentuk kasih sayang Rasul kepada ibu dan bapak. Silakan seluruh orang membandingkan kasih sayang ini dengan apa yang terjadi di seluruh dunia!
Di lain kesempatan, Rasulullah menyampaikan suatu hal yang sangat menyentuh hati. Ada seorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah sambil berkata, Saya datang berbai'at kepadamu untuk melaksanakan hijrah. Saya telah meninggalkan kedua orang tua saya dalam keadaan menangis. Rasulullah menjawab
ارْجِعْ عَلَيْهِمَا فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا
“Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah mereka berdua tertawa sebagaimana kamu telah membuat mereka menangis.”[6]
Alangkah tingginya kasih sayangmu wahai Rasulullah!!
Seseorang datang berbai'at untuk hijrah—sungguh sebuah hal yang sangat penting—namun Rasulullah lebih memperhatikan ridha orang tua dan bagaimana membuat mereka tertawa dan bahagia.
Demikianlah pandangan Rasulullah saw terhadap orang yang berusia lanjut di antara umatnya dan bagaimana kewajiban seorang anak terhadap kedua orang tuanya. Bila di dunia ini ada yang mengaku bahwa undang-undang yang dibuatnya serupa—walaupun jauh—dengan undang-undang yang dibuat oleh Rasulullah saw, saya yakin tidak akan ditemukan orang yang mengaku bahwa ada yang menerapkan konsep kasih sayang dan perlindungan hak-hak manusia dalam kehidupan, seperti yang dilakukan Rasulullah.
Maha benar Allah yang telah berfirman (yang artinya)
Tidaklah engkau Kami utus melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya' 107).
[1] HR Abu Dawud (4843), Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (357), Ibnu Abi Syaibah (21922), Al-Baihaqi (2785). Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan dalam Al-Bukhari dalam Shahîh Al-Jâmi' (2199).
[2] HR Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (358), Tirmidzi (1919), Ahmad (6733), Thabrani (12276), Abu Ya’la (4242), dan Hakim (209). Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan dalam Shahîh Al-Jâmi' (5445).
[3] HR Ahmad VI349, Ibnu Hibban (7208), dan Hakim (4363).
[4] HR Bukhari (670), Muslim (422), Ad-Darimi (1259), Ibnu Khuzaimah (1605), Ibnu Hibban (2137), Thabrani (560), dan Ibnu Abi Syaibah (4657).
[5] HR Bukhari (5626), Muslim (2548), Ibnu Majah (2658), Ibnu Hibban (434), Abu Ya'la (6092).
[6] HR Abu Dawud II21, Nasa’i VII142, Ibnu Majah II930, Ahmad II160, Ibnu Hibban II153, Hakim IV168, Al-Bazzar IV146.