Short Description
Di antara banyak topik yang selalu menjadi perhatian saya adalah semangat kuat untuk menulis topik peradapan Islam
Di antara banyak topik yang selalu menjadi perhatian saya adalah semangat kuat untuk menulis topik peradapan Islam. Sebab, siapa yang ingin memahami perjalanan sejarah manusia, nicaya takkan dapat mengetahui semua itu tanpa mengkaji dan mendalami peradaban yang indah menawan ini. Bukan saja peradaban Islami ini contoh penting dalam hubungan sejarah peradaban, penyambung peradaban kuno menuju peradaban modern, tapi sumbangan kaum Muslimin dalam roda perjalanan sejarah kemanusiaan begitu banyak dan signifikan. Mustahil bagi kita bisa menggapai apa yang dicapai manusia sekarang untuk dapat maju di bidang kehidupan apapun tanpa mempelajari peradaban Islam, dengan kekhususannya lalu mendalaminya, sejak masa Nabi SAW hingga sekarang.
Di antara urgensi penulisan topik ini adalah untuk menolak serangan kasar yang ditujukan kepada Islam dan kaum Muslimin. Di antara tuduhan dan serangan yang digunakan oleh musuh-musuh adalah menuduh kaum muslimin secara menyimpang tanpa dasar kebenaran, menyifati kaum muslimin dengan jumud dan beku, menuduh bahwa kekeraan dan terorismemerupakan senjata dari perilaku serta sifat kaum Muslimin. Sementara kebanyakan dari kaum Muslimin di hadapan tuduhan-tuduhan ini hanya mengangkat tangan di atas pundak, lidahnya kelu, sama sekali tidak sanggup membantah apa yang dituduhkan tersebut, atau membela diri dari apa yang dituduhkan kepada dirinya. Semua sebab kebisuan ini karena kita sangat bodoh dengan asal usul sejarah, metode-metode, dan peradabannya.
Fenomena kebodohan ini membelenggu akal dengan kerendahan diri, dan keputusasaan yang menjelma dalam perasaan kaum Muslimin. Semua fakta di segala ruang lingkup umat yang terpasung pada zaman ini, tidak diragukan lagi, jika melihat peta perjalanan dunia Islam secara politik, merupakan hal yang memprihatinkan dan menyedihkan. Kondisi ilmiah, peradaban, ekonomi bahkan akhlak, sangat jauh berbeda dan tidak sesuai dengan sifat kaum Muslimin sesungguhnya.
Fakta-fakta ini meninggalkan bekas dalam jiwa akan rasa pesimis yang menyebabkan tidak dapat menerima identitas dirinya dan putus asa yang tiada berkesudahan.
Dalam kondisi seperti ini, kita perlu menengok asal usul, membaca sejarah, dan mengenal sebab-sebab kehebatan serta kegemilangan kita. Kondisi umat akhir ini takkan menjadi baik kecuali dengan melihat kebaikan dari generasi pertama. Karena itu, kita tidah mempelajari sejarah untuk sekedar memahami peradaban ini dengan teori belaka atau sekedar dijadikan teori akademi semata, tapi tujuan dasarnya adalah mengembalikan bangunannya seperti semula, mengentaskan dari kebingungan, sampai mengembalikan kaum Muslimin menuju jalan yang benar. Sebagaimana juga tujuan kita mengetahui ruang lingkup dunia dalam sejarah perjalanan kemanusiaan dan keunggulan kita dalam kehidupan manusia, bukan sebagai suatu kebanggaan dan kesombongan, tapi mengembalikan yang hak kepada ahlinya. Tujuan kita juga adalah berdakwah kepada kebaikan agama yang dibina oleh sebaik-baik umat yang pernah terlahir di muka bumi ini.
Mekipun topik ini sangat penting, sebagaimana tekad kami pun begitu kuat untuk menuliskanya, tapi kami tidak menutup-nutupi kepada para pembaca budiman bahwa tulisan seputar topik ini adalah pekerjaan yang tidak mudah.
Berbagai kesulitan ini ditemukan ini ditemukan di berbagai sisi, di antara lain, perbedaan para pemikir dan penulis mengenai definisi peradaban. Kemudian, begitu luasnya sumbangan kaum Muslimin di berbagai bidang. Bahkan, sumbangan itu mencapai ratusan ruang lingkup kemanusiaan. Lalu, waktu panang yang harus kami uraikan dalam pembahasan, di mana kami membahas zaman sejarah yang terjadi kurang lebih empat belas kurun. Di samping itu juga kami harus membahas banyak tempat yang dijadikan dasar hukum kaum Muslimin dalam mengambil kesimpulan, mulai Andalusia di Barat sampai Cina di Timur… Semua itu, merupakan pekerjaan yang sukar untuk menjadikannya lurus seimbang, tetapi alhamdulillah akhirnya kami bisa merumuskan satu garis besar untuk mengkonsep pemaparan yang teratur mengenai Peradaban Islam ini secara praktis dan insyaallah mudah untuk diserap.
Kesukaraan terbesar dalam topik ini adalah perselisihan yang tajam antara para intelektual seputar definisi peradaban, meliputi makna-makna dan ruang lingkupnya. Peradaban menurut definisi orang-orang terdahulu, hanya melingkupi tempat tinggal. Peradaban menurut mereka adalah kebalikan dari peradaban Badui (penghuni lembah gurun). Hal itu sebagaimana yang dinashkan oleh Ibnu Manzhur[1] dalam satu pernyataan, “Peradaban (hadharah) terdiri dari adab (hadhar), sedang hadhirah kelompok selain penghuni lembah (Badui).”[2]
Setelah itu, makna peradaban berkembang meliputi seluruh kehidupan manusia dari perkembangan produksi, ilmu pengetahuan, keahlian, undang-undang dan sebagainya. Hal yang tak ada dalam kehidupan masyarakat lembah Badui, kehidupan yang diperindah dengan peradaban. Jadi, peradaban itu sendiri bukanlah suatu kebutuhan primer kehidupan jika dilihat dari inti definisi tersebut. Karena itu, Ibnu Khaldun[3] mendefinisikan peradaban sebagai kondisi normal suatu masyarakat yang menjadi tambahan kebutuhan pokok berupa pembangunan. Peningkatan itu berbeda-beda menurut perbedaan kelapangan hidup. Perbedaan umat, baik banyak maupun sedikit tergantung pada sudut perbedaan yang tidak terbatas.[4]
Sedangkan asal kata peradaban dalam istilah Eropa, dikembalikan pada sisi yang tampak itu sendiri, di mana kalimat peradaban dalam istilah Inggris adalah civilization, berasal dari kalimat latin civic, yang berarti kota atau tempat di kota.[5] Menurut mereka, peradaban adalah komunitas orang-orang yang tinggal di kota. Kemudian, definisi peradaban itu dikembangkan sebagaimana perkembangan definisi lainnya, yakni meliputi situasi manusia yang terjadi di kota. Karena itu, menurut kebanyakan pendapat para ilmuan, terdapat persamaan kata antara kalimat peradaban dan perkotaan (madaniyah), meski ada perbedaan tipis antara dua sisi makna tersebut.
Ini merupakan mendefinisian peradaban secara bahasa (etimologis). Hanya saja, definisi peradaban secara bahasa ini tidaklah digunakan oleh para pemikir dan ahli filsafat secara global. Terdapat banyak pandangan yang saling menjelaskan satu sama lain, tidak ditetapkan dari segi perselisihan menurut bahasanya, tapi menjurus pada perbedaan pemikiran, konsep, akhlak, dan aqidah.
[1] Nama lengkapnya Abu Fadhl Muhammad bin Makram bin Ali, Jamaluddin bin Manzhur Al- Anshari Ar-Ruwaifi’I Al- Ifriqi (630 – 711 H 1232- 1311 M ). Seorang ahli bahasa yang lahir di Mesir (ada yang mengatakan di daerah Tripoli ), dan menjadi penguru dewan kepenulisan di Kairo. Pernah menjadi wali qodhi di Tripoli dan kemudian kembali ke Mesir dan wafat di sana. Lihat Az-Zarkali (7108 ).
[2] Ibnu Manzhur, Lisan Al- Arab, Madah Hadhara (4196).
[3] Nama lengkapnya Abu Zaid Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun (732-808 H 1332-1406 M). Ahli filsafat dan sejarah, penemu ilmu sosiologi, lahir dan besar di Tunisia. Lihat, Ibnu Imad, Syadzarat Adz-Dzahab, (776), dan As-Sakhawi, Dhau` Al-Lami, (4145)-149.
[4] Ibnu Khaldun, Al- Muqadimah (1368, 369).
[5] Taufik Al-Wa’I, Al-Hadharah Al-Islamiyah Muqaranah bil Hadharah Al-Gharbiyah, hal. 31.