Short Description
Pertama-tama, mungkin kita bertanya-tanya mengapa harus membicarakan tentang masa-masa sebelum kedatangan Islam
Pertama-tama, mungkin kita bertanya-tanya mengapa harus membicarakan tentang masa-masa sebelum kedatangan Islam
Jawabannya Karena Anda tidak akan memahami nilai sebuah cahaya kecuali jika Anda memahami apa itu kegelapan. Dalam konteks ini, kita cukup menyebutkan sebuah hadits Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—yang diriwayatkan dari `Iyâdh ibnu Himâr Al-Mujâsyi`i—Semoga Allah meridhainya, tentang kondisi dunia sebelum diutusnya Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam. Beliau bersabda, Sesungguhnya Allah memandang kepada penduduk dunia, lalu memurkai mereka, baik bangsa Arab maupun bangsa non-Arab, kecuali segelintir sisa-sisa Ahli Kitab. [HR. Muslim]
Perilaku manusia saat itu telah sampai pada puncak kemerosotannya, sehingga mengundang murka Allah—Subhânahu wata`âlâ.
Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—dalam hadits di atas menggunakan ungkapan baqâyâ (sisa-sisa) yang mengesankan bahwa mereka ibaratnya hanyalah peninggalan (bekas), yaitu bekas generasi masa lampau yang tidak bernilai apa-apa di tengah realitas manusia saat itu. Dari sisi lain, sisa-sisa pengikut Ahli Kitab tersebut juga bukan sebuah jalinan masyarakat yang utuh, melainkan sekedar segelintir individu satu orang ada di daerah A, lalu satu orang lainnya berada di daerah B yang jauhnya bermil-mil dari daerah pertama, demikian seterusnya.
Jika demikian, marilah kita menembus batas-batas waktu dan tempat
Menembus batas-batas waktu hingga kembali ke masa sebelum diutusnya Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam;
Menembus batas-batas tempat untuk sampai ke setiap tempat di muka bumi yang sezaman dengan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam. Kita berkeliling ke Timur dan Barat untuk melihat kondisi umat manusia, kerajaan-kerajaan, kondisi akhlak, dan tabiat manusia saat itu, guna menyingkap hakikat dari apa yang disebut sebagai peradaban pada zaman tersebut.
Peradaban Romawi sebelum Islam
Imperium Romawi adalah sebuah imperium yang sangat luas, menguasai sekitar 34 benua Eropa. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah menurunkan sebuah surat di dalam Al-Quran yang dimulai dengan menyebutkan kekalahan Romawi oleh dinasti Persia, kemudian tentang kemenangan mereka kembali setelah kekalahan itu. Allah menamakannya dengan surat Ar-Rûm (Romawi).
Imperium yang sangat besar ini terbagi menjadi dua bagian utama
Kerajaan Romawi Barat dengan ibukota Roma, dan saat itu telah jatuh;
Kerajaan Romawi Timur dengan ibukota Konstantinopel. Kerajaan inilah yang membawa bendera agama Nasrani (Kristen) pada saat itu. Rajanya adalah Kaisar Heraklius (Kaisar adalah gelar raja-raja Konstantinopel).
A. Kondisi Keberagamaan
Perbedaan teologi antara sekte-sekte agama Nasrani telah mencabik-cabik keutuhan kerajaan besar ini. Pertikaian yang terjadi di antara mereka demikian besar. Perbedaan antara mazhab Ortodok dan Gereja Timur, serta perbedaan antara mazhab Katolik dan Gereja Barat sangatlah tajam, sehingga menimbulkan peperangan-peperangan dahsyat yang menyebabkan tewasnya puluhan ribu manusia.
Bahkan di dalam negara Romawi Ortodok Timur saja berkobar pertikaian yang sangat mendalam. Ada sekte Al-Mulkaniyyah—mereka adalah pengikut mazhab Kerajaan—yang meyakini dualitas hakikat Isa Almasih, bahwa Isa memiliki dua hakikat hakikat manusia dan hakikat ketuhanan. Sekte ini berhadapan dengan sekte Al-Manûfisiyyah—mereka adalah penduduk Mesir dan Ethiopia—yang meyakini hakikat ketuhanan yang tunggal pada diri Al-Masih. Sekte Al-Mulkâniyah melakukan penyiksaan terhadap sekte lawannya dengan cara yang sangat kejam, yaitu dengan membakar atau menenggelamkan mereka hidup-hidup, padahal mereka masih dalam satu aliran, yaitu aliran Kristen Ortodok.
Pertikaian teologi ini terus berlangsung bahkan hingga zaman sekarang. Setiap sekte memiliki perbedaan dalam beberapa juz tertentu pada kitab suci mereka, sebagaimana setiap sekte memiliki geraja sendiri-sendiri yang tidak mengizinkan anggota sekte lain melakukan ritual peribadatan di dalamnya. Oleh karena itu, penaklukan Islam terhadap Mesir merupakan penyelamatan terhadap bangsa Qibti Mesir dari penindasan dan penyiksaan kerajaan Romawi terhadap mereka. Kaum Muslimin menyelamatkan mereka dari penindasan itu dan membiarkan mereka yang masih mau tetap memeluk agama mereka.
Paus di Italia disembah oleh rakyatnya. Mereka sujud kepadanya dan mencium kakinya sampai sang Paus mengizinkan mereka untuk berdiri, sebagaimana dikisahkan dalam kitab Al-Masâlik wal Mamâlik karya Al-Bakrî—Semoga Allah merahmatinya.
B. Kondisi Akhlak
Imperium Romawi menderita degradasi moral yang sangat parah, disebabkan oleh lambatnya usia pernikahan karena harta kekayaan dalam jumlah besar hanya dimonopoli oleh segelintir orang yang berpengaruh, sementara rakyat hidup dalam kondisi sangat miskin. Para pemuda pun tidak memiliki biaya untuk menikah, sehingga mereka mencari pelarian dengan berbuat zina dan menjalin hubungan-hubungan yang tidak jelas. Mereka juga lebih memilih untuk membujang daripada menikah.
Suap-menyuap menjadi prinsip utama dalam berinteraksi dengan pegawai negara demi menyelesaikan pekerjaan apa pun atau untuk mendapat hak apa pun.
Tabiat mereka buas, dan ini tampak jelas, baik dalam hiburan maupun peperangan mereka.
Dalam berhibur, salah satu sarana hiburan mereka adalah mengadu para budak dengan binatang-binatang buas di dalam kandang yang terkunci. Para penguasa dan menteri-menteri asyik menonton binatang-binatang buas itu memangsa budak-budak tersebut.
Dalam peperangan, mereka memperlakukan musuh-musuh mereka dengan sangat biadab dan buas. Sebagai contoh pada masa Kaisar Vespasian, tentara Romawi mengepung orang-orang Yahudi di kota Al-Quds—Kaum Yahudi menyebutnya Yerusalem—selama 5 bulan, berakhir pada bulan September tahun 70 M. Kota itu pun kemudian jatuh dengan kekalahan yang sangat menghinakan sepanjang sejarah.
Mengapa kami menyebutnya sangat menghinakan Karena orang-orang Romawi memerintahkan Kaum Yahudi untuk membunuh anak-anak dan istri-istri mereka dengan tangan mereka sendiri. Orang-orang Yahudi itu pun menuruti perintah itu karena rasa takut yang luar biasa dan keinginan untuk tetap hidup, sebab, mereka memang merupakan manusia yang paling rakus untuk hidup meskipun penuh kehinaan. Setelah itu, orang-orang Romawi melakukan pengundian antara setiap dua orang Yahudi, siapa yang keluar namanya dialah yang membunuh rekannya. Sampai akhirnya seluruh orang Yahudi musnah di kota Al-Quds, kerajaan mereka runtuh, dan tiada seorang pun yang selamat selain mereka yang berhasil kabur dan tinggal di tempat-tempat yang jauh.
C. Kondisi Sosial
Kerajaan mewajibkan pajak yang sangat besar kepada setiap penduduk. Pajak yang paling banyak dan paling berat justru diberlakukan untuk orang-orang fakir, bukan orang-orang kaya.
Masyarakat Romawi terbagi ke dalam dua golongan (pertama) orang-orang merdeka, yaitu para tuan atau majikan; dan (kedua) para hamba sahaya yang jumlah mereka tiga kali lipat dari jumlah orang-orang merdeka. Golongan kedua ini tidak memiliki hak apa-apa, nasib mereka berada di tangan tuan-tuan mereka. Mereka juga sama sekali tidak memiliki kehormatan dan posisi apa-apa di tengah masyarakat, bahkan seorang filsuf seperti Plato—pemilik ide Al-Madînah Al-Fâdhilah (Negara Ideal) (sebuah konsep utopis)—memandang bahwa hamba sahaya tidak boleh diberi hak kewarganegaraan.