Short Description
“Sesungguhnya Muhammad itu amat baik perangainya dan sangat rendah hati.” Down Baron.
“Sesungguhnya Muhammad itu amat baik perangainya dan sangat rendah hati.” Down Baron.
“Serikat Pekerja Internasional memperkirakan jumlah orang yang diperjualbelikan selama setahun berjumlah 1,2 juta orang. Jual beli budak menjadi perdagangan ilegal ketiga yang mendapatkan untung besar setelah perdagangan senjata perang dan obat-obatan terlarang. Penjualan ini berkisar dari 7 juta hingga 12 juta dollar AS pertahun.” (Laporan Kondisi Penduduk Dunia tahun 2006 yang dimuat dalam httpwww.unfpa.org).
Pada poin ini kami ingin menampilkan warna lain dari kasih sayang Nabi. Kasih sayang beliau kepada orang yang memiliki kelemahan fisik, yaitu para pelayan dan hamba sahaya.
Kata-kata dan sikap Rasulullah dalam hal ini tidak terbayangkan di kalangan manusia. Kasih sayang beliau telah mencapai tingkat yang tidak dikenal oleh dunia dalam sejarah dan realitasnya. Bahkan tidak akan ditemukan yang semisalnya di masa mendatang.
Bila Anda ingin mengetahui keagungan sikap beliau, tengoklah kembali bagaimana lingkungan Rasulullah yang merendahkan pelayan dan hamba sahaya—kami telah menyebutkan di bab pertama. Baca juga bagian yang akan kami sebutkan di akhir kajian ini tentang kondisi masyarakat baru dan peradaban modern dalam proses interaksinya dengan kelompok yang selalu identik dengan kesengsaraan dalam banyak hal.
Rasulullah telah mengungkapkan kecintaannya kepada pelayan dan hamba sahaya. Demi Allah ini adalah sebuah ungkapan yang sangat menakjubkan.
Beliau bersabda
إِخْوَانُكُمْ وَ خَوَلُكُمْ، جَعَلَهُمْ اللهُ تَحْتَ أَيْدِيَكُمْ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ، وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ.
“Mereka adalah saudara-saudara dan pelayanmu. Allah menjadikan mereka di bawah kekuasaanmu. Barangsiapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberi makan dari apa yang ia makan dan memberi pakaian seperti apa yang ia pakai. Jangan beri mereka beban yang dapat melemahkan mereka. Kalau kalian memberi mereka beban, maka bantulah mereka.”[1]
Ungkapan ini sungguh menakjubkan!
“Mereka adalah saudara-saudara dan pelayanmu.”
Dengan satu kalimat ini beliau mengangkat derajat pelayan hingga ke tingkat saudara. Supaya interaksi setelahnya menjadi seperti interaksi antar saudara, baik dalam makanan, pakaian, cara berbicara, atau yang lainnya.
Allah SWT mengangkat suatu kaum dari kaum lainnya bukan untuk memuliakan suatu kaum dan merendahkan yang lainnya. Maksudnya adalah untuk menguji kedua belah pihak. Seorang majikan tidak pernah memilih untuk terlahir sebagai majikan, sebagaimana seorang hamba tidak pernah memilih untuk menjadi hamba sahaya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang majikan untuk berlaku sombong di hadapan pelayannya karena ia tetap saudaranya. Bisa jadi keadaan akan berbalik, majikan menjadi pembantu dan pembantu menjadi majikan. Bagaimana Anda ingin diperlakukan oleh orang lain, berlakulah seperti itu kepada mereka.
“Mereka adalah saudara-saudara dan pelayanmu.”
Beliau mengulangi makna yang terkandung di dalamnya agar tidak ada yang mengira bahwa hal ini adalah sesuatu yang berlebihan. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang saudaranya berada dalam kekuasaannya,” lalu meletakkan tata aturan interaksi yang layak dalam bersaudara.
Beri dia makan sebagaimana yang ia makan...
Beri dia pakaian sebagaimana yang ia pakai...
Jangan bebani mereka dengan sesuatu yang melemahkan mereka...
Kalau kamu membebani mereka, maka bantulah mereka...
Belum tibakah saatnya bagi dunia untuk mengetahui hal ini dari Rasul kita
Saya tahu bahwa apa yang telah saya sebutkan cukup untuk mengetahui tentang kasih sayang Rasulullah kepada pelayan dan hamba sahaya. Namun untuk menambah kejelasan, saya sampaikan beberapa ungkapan beliau lainnya
Rasulullah bersada
مَنْ لَطَمَ مَمْلُوكَهُ أَوْ ضَرَبَهُ فَكَفَّارَتُهُ أَنْ يُعْتِقَهُ.
“Barangsiapa yang menampar atau memukul hamba sahayanya maka kaffarahnya adalah memerdekakannya.”[2]
Dalam sebuah kesempatan terbukti bahwa ucapan ini ada wujudnya dalam realita kehidupan manusia. Abu Mas’ud Al-Anshary bercerita, ”Aku pernah memukul hamba sahayaku. Tiba-tiba aku mendengar suara di belakangku, ‘Ketahuilah wahai Abu Mas’ud bahwa Allah lebih berkuasa kepadamu daripada kuasamu kepadanya.’ Aku menoleh dan ternyata yang bersabda adalah Rasulullah. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, hamba sahaya ini merdeka karena Allah.’ Beliau bersabda
أَمَا لَوْ لَمْ تَفْعَلْ لَلَفَحَتْكَ النَّارُ أَوْ لَمَسَّتْكَ النَّارُ
‘Seandainya kamu tidak memerdekakannya maka kamu akan disentuh api neraka.’”[3]
Di hati Abu Mas’ud tertancap keyakinan kalau yang ia lakukan itu adalah dosa besar dan satu-satunya cara untuk keluar dari hal ini adalah dengan memerdekakannya karena Allah. Rasulullah lalu menguatkan Abu Mas’ud bahwa ini adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari hukuman atas pelanggaran yang ia lakukan.
Kejadian seperti ini berulang pada Abdullah bin Umar. Ia pernah memukul hamba sahayanya, lalu hamba sahaya itu dipanggil dan ia melihat ada bekas di punggungnya. Ibnu Umar berkata, ”Aku telah menyakitimu.” Hamba sahayanya menjawab, ”Tidak.” Ibnu Umar berkata, ”Engkau merdeka.” Kemudian Ibnu Umar mengambil sekeping tanah sambil berkata, “Tidak ada ganjaran pahala bagiku yang bisa mengimbangi hal ini. Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa menampar atau memukul hamba sahayanya, maka kaffarahnya adalah memerdekakannya'.”[4]
Hal ini benar-benar terjadi. Para shahabat memahaminya dan berusaha melakukannya dengan sebaik-baiknya. Kasih sayang itu telah berpindah dari hati Rasulullah ke dalam hati para shahabat. Mereka menerapkannya dalam kehidupan sesuai dengan undang-undang langit. Bahkan kita melihat apa yang tidak terbayangkan oleh akal.
Abu Dzar memakaikan perhiasan seperti apa yang dipakainya kepada hamba sahayanya.
Abdurrahman bin Auf duduk di antara hamba sahayanya sampai tidak ada yang bisa membedakan mereka karena penampilan mereka serupa.
Pun demikian dengan Utsman bin Affan.
Rasulullah telah mengajari mereka kasih sayang kepada pelayan dan hamba sahaya sampai pada pembicaraan dan ungkapan.
Rasulullah saw bersabda
لاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ عَبْدِي وَأَمَتِي، كُلُّكُمْ عَبِيدُ اللهِ، وَكُلُّ نِسَائِكُمْ إِمَاءُ اللهِ وَلَكِنْ لِيَقُلْ غُلاَمِي وَجَارِيَتِي وَفَتَايَ وَفَتَاتِي.
”Jangan sekali-kali kalian berkata; Hambaku (laki-laki atau perempuan). Kalian semua adalah hamba Allah. Seluruh kaum perempuan kalian adalah hamba Allah. Tapi hendaknya ia mengucapkan; Pembantuku atau pelayanku.”[5]
Ya!! Sampai ke tingkat seperti inilah perasaan kasih sayang Rasulullah saw dan tidak hanya berlaku pada waktu tertentu dalam hidupnya atau waktu-waktu khusus. Perasaan ini terus dibawa hingga akhir hayat beliau. Akhir wasiat beliau kepada kaum muslimin adalah
الصَّلاَةَ الصَّلاَةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
”Jagalah shalat, jagalah shalat, dan hamba sahaya yang kalian miliki.”[6]
Ali bin Abi Thalib berkata, ”Ucapan terakhir Rasulullah adalah 'Jagalah shalat dan bertaqwalah kepada Allah atas hamba sahaya yang kalian miliki'.”[7]
Kehidupan Rasulullah sendiri adalah terjemahan dari setiap kata-kata beliau. Beliau tidak pernah mengatakan sesuatu yang tidak dilakukannya.
Aisyah berkata, ”Rasulullah tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya; sekalipun itu perempuan maupun hamba sahaya, kecuali ketika berjihad di jalan Allah.”[8]
Anas bin Malik memberikan kesaksian yang hak dan benar. Ia berkata, ”Sesungguhnya Rasulullah adalah orang yang paling baik akhlaknya. Suatu hari beliau mengutusku untuk sebuah keperluan. Aku berkata, 'Demi Allah saya tidak akan pergi'—sedang dalam hati saya mengatakan bahwa saya harus pergi melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Nabiyullah—, aku lalu keluar dan lewat di depan anak-anak yang sedang bermain di pasar. Tiba-tiba Rasulullah telah memegang tengkukku. Aku memandang beliau yang sedang tertawa. Beliau bersabda,”Wahai Unais (panggilan kesayangan untuk Anas kecil) pergilah sesuai apa yang aku perintahkan.” Aku menjawab, 'Baik, wahai Rasulullah.' Anas berkata, 'Demi Allah, aku menjadi pelayan beliau selama tujuh tahun atau sembilan tahun, beliau tidak pernah mengatakan kepadaku, 'Mengapa kamu lakukan ini,’ atas apa yang aku lakukan dan tidak mengatakan, ‘Mengapa kamu tidak melakukan ini,' pada sesuatu yang aku tinggalkan.”[9]
Inilah sekelumit kasih sayang beliau kepada pelayan dan hamba sahaya karena mustahil mengungkapkan semuanya. Mahabenar Allah yang telah berfirman (yang artinya)
Dan tiadalah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiyâ’ 107).
[1] HR Bukhari I61 (30), Muslim V93 (1661), lafal ini menurut riwayat Muslim.
[2] HR Muslim (1657) dan Abu Dawud (5168).
[3] HR Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (171), Muslim (1659), Abu Dawud (5159), Tirmidzi (1948), Ahmad (22404), Thabrani (683), dan Abdur Razzaq (17933).
[4] HR Muslim (1657) dan Ibnu Hibban (7016).
[5] HR Bukhari (2414) dan Muslim (2249).
[6] HR Ibnu Majah (1625), Ahmad (26726). Al-Albani menshahihkannya dalam Silsilah Ash-Shahîhah (868).
[7] HR Abu Dawud (5152), Ahmad (585). Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahîh Al-Jâmi' (4616).
[8] HR Muslim (2328).
[9] HR Muslim VII74 (231), Abu Dawud II661 (4773).