Short Description
Rasulullah mengkhawatirkan umat dari hal-hal yang menyebabkan kecelaan dan kemerosotan. Beliau selalu memeringatkan umatnya dari banyak perkara
Rasulullah mengkhawatirkan umat dari hal-hal yang menyebabkan kecelaan dan kemerosotan. Beliau selalu memeringatkan umatnya dari banyak perkara. Rasulullah memeringatkan umat dari dosa dan menjelaskan bahayanya bagi kehidupan walaupun kelihatan kecil dalam pandangan manusia. Beliau bersabda
إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ كَقَوْمٍ نَزَلُوْا فِي بَطْنِ وَادٍ فَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ وَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ حَتَّى أَنْضَجُوْا خُبْزَتَهُمْ وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوْبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ.
”Hendaklah kamu menghindarkan diri dari dosa-dosa kecil. Perumpamaannya adalah seperti sebuah kaum yang turun ke dalam lembah, masing-masing datang dengan sepotong kayu sehingga (terkumpul) dan bisa mematangkan roti mereka. Dosa-dosa kecil (jika terkumpul) bisa mencelakakan orang yang melakukannya”.[1]
Beliau juga memperingatkan umatnya dari riba. Beliau bersabda
لاَ تَبِيعُوْا الدِّيْنَارَ بِالدِّيْنَارَيْنِ وَلاَ الدِّرْهَمَ بِالدِّرْهَمَيْنِ وَلاَ الصَّاعَ بِالصَّاعَيْنِ فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ الرَّمَاءَ وَالرَّمَاءُ هُوَ الرِّبَا
”Janganlah kamu menjual satu dinar dengan dua dinar, satu dirham dengan dua dirham, satu sha’ dengan dua sha’. Aku takut akan terdapat tambahan (bunga), sebab tambahan itu adalah riba.”[2]
Beliau juga khawatir akan adanya penyakit riya’. Beliau bersabda
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ، قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ الرِّيَاءُ، يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوْا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُوْنَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً؟
”Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan kepada kalian adalah syirik kecil.” Para shahabat bertanya, ’Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah’ Beliau menjawab, ’Riya’. Kelak pada hari kiamat, ketika setiap manusia diberi balasan atas perbuatannya, Allah akan berfirman kepada mereka Pergilah kepada mereka yang kamu pamerkan amalan kalian di dunia. Lihatlah apakah kalian bisa mendapatkan balasan dari mereka’.”[3]
Beliau juga khawatir dan memperingatkan mereka dari pemimpin-pemimpin yang menyesatkan
أَنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ اْلأَئِمَّةُ الْمُضِلُّوْنَ.
”Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan kepada kalian adalah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan.” [4]
Beliau juga memperingatkan umatnya dari perpecahan dan permusuhan. Terasa ada kesedihan yang mendalam dari kata-kata beliau yang benar-benar mengkhawatirkan umat. Beliau mengingatkan
فَوَاللهِ لاَ الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنْ أَخَشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوْهَا كَمَا تَنَافَسُوْهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ.
”Demi Allah, bukanlah kefakiran yang membuat aku khawatir terhadap kalian. Namun aku khawatir akan dihamparkan dunia kepadamu sebagaimana telah dihamparkan kepada orang-orang sebelum kalian, sehingga kalian menjadi berlomba-lomba seperti mereka dulu telah berlomba. Akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka juga telah binasa.”[5]
Beliau juga mengingatkan akan cinta dan kasih sayang
لاَ تَرْجِعُوْا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.
”Jangan kembali menjadi kafir sepeninggalku, kalian saling membunuh satu sama lain.”[6]
Inilah karakter Nabi saw yang mempunyai perasaan sayang begitu kuat kepada umatnya dan merasa bertanggung jawab, bahkan sampai beliau berpesan kepada mereka agar menjauhi perbuatan tersebut sepeninggal beliau. Beliau benar-benar ingin memberi petunjuk kepada umatnya apa yang akan terjadi kemudian. Sungguh, inilah nasihat-nasihat yang timbul dari hati yang penuh kasih sayang.
Beliau sayang kepada kaum muslimin lebih dari pada bapak dan ibu mereka sendiri. Beliau bahkan menyayangi mereka lebih dari sayang mereka kepada diri mereka sendiri. Oleh karena itu, beliau sudah memberi gambaran bahwa di masa depan mereka akan terjadi fitnah. Hal ini agar mereka berusaha melawannya dan dapat keluar dari fitnah ini dalam keadaan selamat.
Kadang-kadang beliau memberikan gambaran yang begitu detail. Beliau bersabda
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَقْتَتِلَ فِئَتَانِ فَيَكُوْنَ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ دَعْوَاهُمَا وَاحِدَةٌ وَلاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُوْنَ كَذَّابُوْنَ قَرِيْبًا مِنْ ثَلاَثِيْنَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ.
”Hari kiamat tidak akan terjadi sampai ada dua golongan yang berperang. Di antara keduanya terjadi peperangan yang dahsyat. Tuntutan mereka satu. Dan tidak akan terjadi hari kiamat sampai diutus dajjal-dajjal, para pembohong yang jumlah mereka hampir mencapai tiga puluh orang, semuanya mengaku dirinya nabi.”[7]
Beliau juga bersabda
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تُقَاتِلُوا الْيَهُودَ حَتَّى يَقُوْلَ الْحَجَرُ وَرَاءَهُ الْيَهُودِيُّ يَا مُسْلِمُ هَذَا يَهُودِيٌّ وَرَائِي فَاقْتُلْهُ.
”Hari kiamat tidak akan terjadi sampai kalian memerangi orang Yahudi. Sampai batu yang dibelakangnya bersembunyi orang Yahudi akan berkata, 'Wahai orang muslim, ini ada Yahudi di belakangku, bunuhlah dia!’.”[8]
Hadits-hadits seperti ini—yang memberikan gambaran masa depan umat—sangatlah banyak. Di sana dijelaskan banyak keadaan yang akan dihadapi oleh umat dan bagaimana jalan keluarnya. Inilah bukti dari sabda Rasulullah saw
قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ، لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيْغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلاَّ هَالِكٌ.
”Sungguh aku telah meninggalkan kalian dalam keadaan yang terang. Malamnya seperti siang. Tidak ada yang tergelicir kecuali orang yang celaka.”[9]
Rasulullah mengkhawatirkan kondisi umat yang datang setelah beliau. Beliau sayang kepada mereka dan berharap mereka memeroleh keselamatan dan keamanan. Beliau bahkan sangat ingin dan rindu untuk melihat mereka. Beliau bersabda, ”Aku ingin, kita dapat melihat saudara-saudara kita.” Para shahabat bertanya, ”Bukankah kita adalah saudara-saudaramu, wahai Rasulullah” Beliau menjawab, ”Kalian adalah shahabat-shahabatku. Saudara-saudara kita adalah mereka yang belum datang.” Mereka bertanya, ”Bagaimana engkau mengenal mereka yang belum datang itu, wahai Rasulullah” Beliau menjawab, ”Bagaimana pendapatmu seandainya ada seorang yang mempunyai kuda yang berwarna putih di antara kuda lainnya yang berwarna hitam, bukankah ia dapat mengenalinya” Mereka menjawab, ”Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, ”Mereka akan datang dalam keadaan bercahaya pengaruh dari wudhu dan saya akan menanti mereka di telaga. Ada beberapa orang orang diusir dari telagaku seperti diusirnya onta yang tersesat. Aku memanggil mereka, ayo kesini. Namun dikatakan, mereka telah berpaling setelahmu. Aku berkata, ’Menjauhlah, menjauhlah’.”[10]
Alangkah indahnya bila kita menutup pembahasan ini dengn sebuah kisah yang menunjukan perhatian dan kasih sayang Rasulullah kepada umatnya dan bagaimana penghargaan Rabb semesta alam atas kasih sayang ini.
Abdullah bin Amr bin Ash menuturkan bahwa Nabi membaca firman Allah SWT dalam surat Ibrahim
”Ya Rabb-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, barang siapa yang mengikutiku maka ia adalah umatku,” dan ucapan Isa;
”Jika Engkau menyiksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Beliau kemudian mengangkat kedua tangan dan berkata, ”Ya Allah, umatku, umatku.” Beliau pun menangis. Allah berfirman, ”Wahai Jibril, pergilah kepada Muhammad dan Rabbmu lebih mengetahui. Tanyalah kepadanya apa yang menyebabkannya menangis.” Jibril mendatangi beliau dan mengabarkan kepadanya apa yang Allah perintahkan—dan Dialah yang lebih mengetahui. Allah berfirman, ”Wahai Jibril, pergilah kepada Muhammad. Katakan bahwa Kami akan meridhai umatmu dan tak akan mengecewakanmu.”[11]
Adakah kasih sayang yang lebih dari itu
Benarlah Engkau wahai Rabb kami yang telah menyatakan
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiyâ’ 107).
[1] HR Ahmad (22860), Al-Albani menshahihkannya dalam Silsilah Ash-Shahîhah (389).
[2] HR Ahmad (5885).
[3] HR Ahmad (23686), Thabrani (4301) dan Baihaqi (4301). Al-Albani menshahihkannya dalam Shahîh Al-Jâmi' (1555).
[4] HR Muslim IV2250, Ahmad (27525), Darimi (211).
[5] HR Bukhari (2988), Muslim (2961), Tirmidzi (2462), Ibnu Majah (3997), Ahmad (17273), dan Thabrani (39).
[6] HR Bukhari (65), Muslim (121), Abu Daud (4686), Tirmidzi (2193), Nasa’i (4125), Ibnu Majah (3942), Ahmad (3815), Darimi (1921), dan Ibnu Hibban (187).
[7] HR Bukhari (2413), Muslim (157), dan Ahmad (8121).
[8] HR Bukhari (2768), Muslim (2922), dan Ahmad (9161).
[9] HR Ibnu Majah I52 (43), Ahmad IV126, Hakim I175.
[10] HR Muslim (249), Nasa’i (150), Ibnu Majah (4306), Ahmad (7980), Malik (58).
[11] HR Muslim (202).