Short Description
Saya tidak ingin mengatakan “Jangan Anda menunda pekerjaan hari ini hingga esok hari!” Tetapi, yang ingin saya katakan adalah “Jangan menunda pekerjaan jam ini hingga jam berikutnya!”
Saya tidak ingin mengatakan “Jangan Anda menunda pekerjaan hari ini hingga esok hari!” Tetapi, yang ingin saya katakan adalah “Jangan menunda pekerjaan jam ini hingga jam berikutnya!”
Kita semua maklum bahwa setiap orang mempunyai ajal (batas hidup). Jika ajal tersebut datang, tak seorang pun yang bisa menundanya dan dapat mendahuluinya.
Jika anda berada di pagi hari, janganlah Anda menunggu (untuk bekerja hingga) sore! Jika Anda ingin memanjatkan doa , bedoalah dari sekarang! Jika Anda ingin melakukan boikot (atas produk-produk Zionis), kerjakanlah dari sekarang! Jika Anda ingin mengejakan shalat malam (qiyâmul lail) dan zakat, lakukanlah ssejak saat ini!
Jika Anda ingi berdamai dengan saudara Anda, mempererat silaturahmi, dan berbakti kepada kedua orang tua, lakukanlah sejak saat ini! Jika Anda ingin berdakwah di jalan Allah, menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, lakukanlah sejak saat ini! Jika Anda ingin mencegah kerusakan, kebobrokan, budaya suap-menyuap, sogok, korupsi, kolusi, dan nepotisme negatif, lakukanlah dari sekarang!
Jangsn sekali-kali menunda ! setan tidak lantaas menyuruh orang-orang beriman untuk berhenti melakukan amal kebaikan. Akan tetapi, ia hanya menyuruh mereka menunda-nundanya. Jika sudah ditunda-tunda, biasanya lambat laun akan berhenti. Jangan pernah menyerahkan diri Anda kepada setan! Jangan sekali-kali Anda memperturutkan keinginan hafa nafsu! Dan inilah untuk prinsip yang kesepuluh.
Demikianlah kesepuluh wacana yang telah kita kemukakan. Kalau kita benaar-benar memahaminya dan bergerak serius sesuai bingkai wacana (pemahaman) ini, niscaya umat Islam akan bergerak bersama kita. niscaya bendera Islam akan berkibar meninggi. Dan niscaya kita akan memperoleh kemenangan, kejayaan dan kepemimpinan.
Wahai saudara-saudaraku! Ini bukanlah krisis yang pertama kali dihadapi umat kita. ini bukanlah duka atau luka yang pertama kali kita alami. Ini bukan juga kekalahan pertama yang kita rasakan.
Setelah Rasulullah SAW wafat, seluruh penduduk Jazirah Arab mertad (keluar dari Islam) kecuali tiga kota dan perkampungan saja. Ada orang yang mengaku ia menerima wahyu dari Allah; bahwa dia adalah rasul Allah setelah Muhammad SAW. Allah SWT berfirman
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ...
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata Telah diwahyukan kepada saya, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah. alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata) Keluarkanlah nyawamu di hari Ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, Karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (Perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya...” (Al-An’am 93)
Muncullah Musailamah Al-Kadzdzab yang mengaku-ngaku sebagai nabi; yang bersamanya puluhan ribu orang murtad. Meski demikian, burung-burung Ababil tidak juga turun dan batu-batu panas yang berasal dari tanah yang dibakar tidak juga dilemparkan.” Kondisi demikian (kekacauan karena pemurtadan) dibiarkan begitu saja, hingga Allah SWT mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka-pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang beriman, yang bersikap keras terhadap orang-oarng kafir, yang berjihad di jalan Allah SWT, dan yang tidak takut celaan orang yang suka mencela.
Muncullah Khalid bin Walid beserta pasukannya untuk membersihkan bumi dari kejahatan Musailamah dan para pengikutnya. Namun, sebelum datangnya para Mujahidin, “burung-burung yang berbondong-bondong itu” tak kunjung datang.
Pada tahun 492 H, kaum salibis menyembelih 70.000 jiwa kaum muslimin di Baitul Maqdis (Palestina) dalam tempo hanya sehari. Akan tetapi, “burung-burung Ababil tak kunjung turun” dan “bebatuan panas yang berasal dari tanah yang terbakar” juga tak kunjung dilemparkan.
Kondisi demikian dibiarkan begitu saja hingga Allah SWT mengutus Shalahuddin Al-Ayyubi. Bersama para Mujahidin untuk membersihkan bumi (palestina) dari tangan-tangan jahat kaum Salibis.
Pada tahun 656 H, bangsa Tartar menyerbu Baghdad. Dalam kurun waktu empat puluh hari mereka berhasil membunuh ribuan umat. Akan tetapi, “burung-burung Ababil” tak kunjung turun untuk memusnahkan pasukan Tartar yang kafir, zalim, dan durjana.
Kondisi demikian dibiarkan begitu saja hingga Allah SWT mengutus Quthuz beserta para pahlawan Islam untuk meluluhlantakkan kekuatan Tartar. Peperangan yang dahsyat yang diberi nama Ain Jâlût pun terjadi. Kaum muslimin memperoleh kemenangan dan kejayaan.
Bahkan ada peristiwa yang lebih dahsyat, yaitu di kala kaum Qaramithah[1] mempersiapkan bala tentara untuk memerangi Makkah Al-Mukarramah. Mereka berhasil berhasil memasuki kawasan Masjidil Haram dan Baitullah Kakbah, tepatnya pada tanggal 8 Dzulhijjah 317 H pada hari Tarwiyah.[2]
Mereka menyerang kota Makkah dan para penduduknya (termasuk orang-orang yang sedang melakukan ibadah haji). Mereka membunuh orang-orang yang melakukan ibadah haji di Masjidil Haram. Orang-orang yang bergantung di kain penutup Kakbah juga ikut menjadi korban. Anggota tubuh manusia yang tercincang berserakan di sekitar Kakbah Al-Musyarrafah. Darah pun mengalir di atas permukaan bumi yang paling suci.
Bahkan pemimpin mereka –semoga Allah melaknatnya– yang bernama Abu Thahir Sulaiman Al-Jinabi berdiri di pintu Masjidil Haram seraya berkata, “Aku milik Allah dan bersama Allah. Aku dapat menciptakan makhluk dan aku juga dapat membinasakan mereka.”
Tak cukup sampai di situ, ia menyuruh salah seorang prajutnya untuk mencukur Hajar Aswad dari tempatnya. Prajurit ini pun mendekati Kakbah dan mencopotnya. Kemudian, ia berdiri dan mengangkatnya ke arah langit seraya berkata dengan kekufuran yang nyata, “Di mana burung-burung Ababil itu Di mana bebatuan panas yan gberasal dari tanah yang dibakar itu”
Ya, “burung-burung Ababil tidak kunjung turun” dan “bebatuan panas yang berasal dari tanah yang dibakar juga tidak kunjung dilemparkan.”
Hajr Aswad dicopot dan dirampas dari tempatnya (Kakbah) selama dua puluh dua tahun penuh. Selama kurun waktu tersebut, kaum muslimin menunaikan ibadah haji ke Baitullah tanpa Hajar Aswad dan baru pada tahun 339 bisa kembali lagi.
Yang jelas , inilah sunatullah untuk umat ini
“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan memeguhkan kedudukanmu.” (Muhammad 7).
Kita bukan lagi di zaman Abrahah. Kita di zaman Rasulullah SAW. Tanpa mengikuti ajaran dan syariat beliau, kemenangan, pertolongan, dan kejayaan tidak akan diraih.
Agama Allah sudah jelas dan tidak ada lagi yang samar; berupa kaidah-kaidah syar’i yang sudah dimaklumi dan sunatullah (aturan Allah) yang sudah ditetapkan. Jika umat Islam berjalan di atasnya, niscaya mereka akan memperoleh kemenangan dan kejayaan di dunia dan di akhirat. Jika mereka enggan berjalan di atasnya, maka tidak ada yang berhak dicela selain diri mereka sendiri. Benarlah Allah di kala Dia berfirman
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul.” (Al-Isra’ 15)
Dengan kehendak Allah, kalian akan mengingat pesan yang pernah saya katakan ini. dan saya menyerahkan semua urusan saya kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Melihat hamba-hamba-Nya.
[1] Mereka adalah salah satu aliran Syiah yang paling biadab dan jahat, bahkan sebagian ulama menyatakan mereka telah keluar dari Islam.
[2]Tarwiyah ialah 8 Dzulhijjah dimana para hujjah memulai rangkaian ibadah Haji